Mau gaji +2 juta/bulan hanya dengan kerja dari rumah saja?? klik diSINI: PASSIVE INCOME
bukan anda yang bekerja untuk uang, tetapi uanglah yang bekerja untuk anda..
Cukup membuka website kami dan bekerja 30 menit/hari..
Atau klik banner dibawah ini:

Tuesday, October 5, 2010

SEJARAH TUGU YOGYAKARTA




Sedikit sejarah mengenai Tugu yogyakarta yang dulunya disebut Tugu Golong Gilig.
Bila kita melihat peta wilayah Yogyakarta (DIY) dari utara (puncak gunung Merapi) ke selatan + 70 km sampai dengan Pandan Simo (di pantai selatan Samudra Indonesia)seolah dapat kita tarik garis lurus. Garis Lurus Imaginer tersebut melalui tiga bangunan penting di wilayah kota Yogyakarta, yaitu :

- Tugu Yogyakarta / Tugu Golong Gilig;
- Kraton Yogyakarta, dan
- Panggung Krapyak (Kandang Menjangan)
Konsep garis lurus Imaginer ini diciptakan oleh Panembahan Senopati, seorang raja pendiri dinasti Kerajaan Mataram Yogyakarta (1586-1601)

Tugu Yogyakarta yang disebut tugu Golong Gilig, sesungguhnya telah mengalami perubahan bentuk setelah direnovasi karena runtuh (+3m) akibat gempa yang mengguncang Yogyakarta tanggal 10 Juni 1867.
Tugu Yogyakarta disebut Tugu Putih (White Peal) terletak di simpang empat Jl. AM. Sangaji-Jl. P. Mangkubumi dengan Jl. P. Diponegoro-Jl. Jend. Sudirman. Pada dekade 60an, tugu ini dipasangi lampu pengatur lalulintas (traffic light).


Penampakan Tugu Jaman Penjajahan
Golong gilig mengandung makna spritual filosofik dan nilai historik. Pada waktu Panembahan Senapati bertapa di Parangkusuma dia bertemu dengan Ratu Kidul. Mereka saling jatuh cinta dan menikah. Setelah tiga hari di Segara Kidul, Panembahan Senopati menyatakan keinginannya untuk pulang. Dia diberi endog jagad oleh Ratu Kidul yang dibawanya untuk pulang. Setelah tiba di Mataram, endog itu hendak dimakannya, tetapi oleh Ki Juru Martani dilarang. Telur itupun diberikan kepada seorang juru taman. Setelah juru taman memakannya, dia berubah menjadi seorang denawa. Denawa itu diberi tugas oleh Panembahan Senopati untuk menjaga Gunung Merapi. Terbentuklah garis Segara Kidul - Gunung Merapi yang melambangkan sangkan paranin dumadi, hablun minallah atau manunggaling kawula gusti. Arah Parangkusuma - Gunung Merapi melambangkan filsafat dasar manunggaling kawula gusti kerajaan Mataram untuk memperjuangkan kesejahteraan duniawi raja dan rakyatnya berlandaskan spiritual keTuhanan.
Tugu Yogya (Tugu Golong Gilig) dibangun oleh Pangeran Mangkubumi (HB I), pendiri Kasultanan Ngayogyakarta untuk memperingati perjuangannya bersama rakyat, kesatupaduan dengan rakyat yang melawan kebatilan penjajah Belanda. Oleh karenanya tugu tersebut dinamakan tugu golong gilig. Tugu Yogya mempunyai ketinggian 25 m, dengan badan bangunan berbentuk silinder (gilig) dan puncaknya berbentuk bulat seperti bola terbuat dari batu bata. Diperkirakan tugu tersebut berdiri setahun sesudah Perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755. Tugu itu sebagai tugu pandangan pada saat Sultan duduk di atas singgasananya di Bangsal Mangunturtangkil serta sebagai petunjuk bagi masyarakat yang mau menghadap ke Sultan. Tugu golong gilig tidak bisa disaksikan lagi, karena 10 Juni 1867 roboh terbagi tiga dikarenakan gempa besar menguncang Yogyakarta. Pada tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda membangun kembali bentuk baru. Pada tugu tersebut tidak tampak golong gilig yang menyatupadukan rakyat dan raja, tetapi lebih sebagai gerbang kesejahteraan yang dipersembahkan untuk Pamong Praja dengan candrasengkala wiwara harja manggala praja. TGG berubah menjadi monumen untuk menegakkan devide et impera Belanda. Pada tahun 1942 Hindia Belanda diduduki oleh Jepang dan pada tahun 1945 diproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun itu juga Sultan HB IX dan Adipati Paku Alam VIII menyatakan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alam sebagai bagian dari NKRI. Atas undangan Sultan HB IX Pemerintah RI pindah ke Yogyakarta. Pada tahun 1948 Yogyakarta diduduki Belanda, serta Presiden dan Wakil Presiden ditawan oleh Belanda. Sultan HB IX meneruskan perjuangan melawan Belanda bersama rakyat dengan semangat golong gilig. Kraton digunakannya sebagai sebuah markas gerilya. Pada tahun 1949 kemerdekaan Indonesia diakui oleh Belanda. Sultan HB X memimpin pengunduran diri pasukan Belanda dari dan masuknya pasukan gerilya ke Yogyakarta. Pemerintah RI dipulihkan dan pindah kembali ke Jakarta. Era Sultan HB X merupakan babak baru golong gilig. Di era ini Sultan HB X tidak menjadi panglima perang melawan Belanda, tetapi perang melawan kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan dengan semangat golong gilig.


 Menurut Dewan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam bahasa Jawa konsep raja ialah gung binathara. Pada satu sisi raja mempunyai kekuasaan yang besar. Ia adalah gung binathara, bau dendha nyakrawati. Kekuasaannya laksana dewa. Ia adalah pemegang hukum dan penguasa dunia. Pada pihak lain ia mempunyai kewajiban yang besar dan berat. Ia harus bersifat dan bertindak berbudi bawa leksana, ambeg adil paramarta. Ia suka memberi dan berkewajiban untuk konsisten melaksanakan apa yang dikatakannya, bersifat adil terhadap semua golongan rakyat serta pandai mendahulukan yang harus didahulukan. Raja harus dapat berlaku seimbang antara hak dan kewajiban. Kekuasaannya didasarkan pada budi luhur dan sifat adil.


Filsafat dasar pemerintahan raja Mataram ialah hamemayu hayuning bawana. Secara harfiah filsafat itu mempunyai arti “membuat dunia ayu”. Ayu tidak hanya dalam arti fisik, melainkan juga rahayu yang bermakna selamat sejahtera lahir dan batin. Bawana adalah jagad, sehingga filsafat ini mengandung pula arti global. Dengan lain perkataan pembangunan DIY berusaha untuk memberi sumbangan pada usaha menyelamatkan lingkungan hidup nasional dan global yang berarti pula menyumbang pada usaha menyelamatkan kemanusiaan (humanity) di seantero bumi ini.



Gelar Hamengku Buwono mengandung arti :
· hamangku (lebih banyak memberi daripada menerima);
· hamengku (menjaga dan mengayomi rakyat , hangrengkuh/ngemong, yang bermakna ambeg adil paramarta, berlaku adil dan pandai mendahulukan yang harus didahulukan.

· hamengkoni : kepemimpinan dengan memberi tauladan (hing ngarsa sung tuladha).
Pemimpin yang hamangku mempunyai sikap rela dan ikhlas untuk melayani masyarakat. Ia adalah abdi rakyat. Ia bersifat berbudi, yaitu suka memberi, khususnya kepada rakyat miskin dan yang mengalami kesusahan.

Ratu (pemimpin) :
· dana boga wong kaluwen, sedekah makan kepada yang kelaparan;
· dana sandang wong kawudhan, sedekah pakaian kepada yang tak punya pakaian;
· dana kudhung wong kepanasan, sedekah topi kepada yang kepanasan;
· dana payung wong kudanan, sedekah payung kepada yang kehujanan;
· dana teken wong kalunyon, sedekah alat jalan kepada yang butuh pertolongan.


Jalan Malioboro


Tugu Jogja sedikit mengalami retak pada tengahnya setelah gempa bumi 5,9 skala richter mengguncang Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 yang lalu. Namun telah dibenahi hingga kokoh sampai sekarang.

No comments:

Post a Comment